Pelajaran Sore Ini

Ansa Gaora
2 min readJun 9, 2022

Sore ini hujan lagi, lebih lebat, lebih dingin. Sore ini aku kehujanan lagi, lebih kuyup, lebih dingin, setelahnya amat menggigil. Padahal, sebelumnya aku tahu bahwa cuaca sepekan ini kurang bersahabat, dan aku tak jua ingat untuk menyimpan mantel hujan di tas. Padahal aku juga tahu, aku harus berjalan kaki agar sampai ke halte, dan tak bisa mengandalkan jasa ojek online. Aku berjalan pulang sendirian.

Dalam basahku sore ini, aku amat mendambakan hangat. Kata orang, pelangi datang sehabis hujan. Nyatanya lebih sering angin yang menusukkan dingin lebih tajam. Orang juga bilang tak usah banyak berharap. Harapan acapkali membunuh. Pelangi sering kali muncul tanpa diduga. Maka, sehabis hujan sediakan diri untuk bersiap menghadapi hujan yang lain, alih-alih berharap pelangi muncul di depan mata. Jika pun pelangi datang, anggap itu adalah harga yang kamu bayar karena rela yang tinggi bahwa hujan akan kamu hadapi.

Pada sore yang lain, aku berjalan ke halte. Hari cerah, jalanan kering. Debu, bau asap kendaraan berpadu dalam udara sore itu. Aku naik bus, tak lama, langit menggelap. Sampai di halte tujuan, hujan kembali datang. Aku memakai mantel hujan kesayangan. Dalam hati bergumam, “hujan lagi, tak masalah. aku siap, dan mantelku sudah aku bawa”. Dengan amat pongah, aku pakai mantelku, dan tak sengaja ketika aku beranjak, mantelku terkoyak sudut kursi halte. Aku amat tinggi hati untuk merasa bahwa semua akan baik saja. Padahal setiap hari, selalu memberi sanksi untuk perasaan lebih dan rasa memiliki. Ternyata semua dalam hidup kita ini hanya pinjaman, jadi memang tak usah sombong dengan apa yang kita punya. Ternyata, musibah terbesar manusia adalah merasa memiliki dan merasa bahwa semua dapat kita atasi.

Terima kasih sore, aku belajar lagi..

--

--