Manifestasi Alam Takambang Jadi Guru dari Serial Netflix Bertajuk Connected

Ansa Gaora
3 min readMar 12, 2021

--

Malam ini udara lembab, basah kening dengan banyak perenungan kecil. Semuanya mencair, mengiringi malam yang makin gelap. Masih jelas kudengar suara kodok dan gatal gigitan nyamuk mungil di beranda rumah, pertanda bahwa nyawa masih dikandung badan. Sebuah tanda jua bahwa syukur tak boleh berhenti dari sekadar ucapan. Malam ini, aku habiskan waktu istirahat menyelesaikan dokumentasi sains di Netflix yang bertajuk, “Connected”. Entah kenapa aku begitu menyukai dunia hari ini, walau memang pelik realitas di hadapan, namun pelbagai bentuk ilmu dan pengetahuan dapat semua orang akses dengan amat cepat dan terbuka. Tentu dengan fakta paradoksial yang mesti kita selimuti dengan padangan dengan tingkat keindahan dan kebijaksanaan. Bahwa semua berpasangan dengan dirinya sendiri, dalam hal ini mungkin sisi positif dan negatif perkembangan platform digital. Ditambah dengan pelbagai bentuk hiper-realitasnya terhadap kehidupan aktual kita hari ini. Paling tidak, kita dibebaskan memilih informasi sesuai preferensi dan kebutuhan serta menyikapinya demi kebaikan pribadi dengan ketat kesadaran penyaringan terhadap hal tersebut.

Serial dokumentasi sains “Connected” di Netflix bertujuan menggunakan subjek tertentu untuk membuat hubungan antara makhluk hidup, peristiwa, atau fenomena alam yang tampaknya tak terkait, namun ternyata berhubungan sangat erat. Connected berhasil memecah konsep sains yang kompleks untuk dinikmati penonton umum tanpa mengurangi informasi yang bernas dengan penuturan yang dapat dimengerti pelbagai kalangan. Serial dokumentasi sains ini dipecah menjadi 6 episode yang membahas berbagai subjek seperti awan, pengawasan, dan bahkan kotoran. Kreator film menggabungkan fakta terkini, penelitian, dan sejumput sejarah untuk membangun hubungan antara subjek dan alam semesta yang lebih luas.

Dalam serial dokumentasi tersebut, terdapat seorang narator utama bernama Latif Nasser yang menampilkan pesona amat terkait dengan dunia ilmiah yang divisualisasikan kutu buku, gaya bertutur yang meyakinkan sebagai pengamat hebat, dan kecerdasan yang mumpuni pada serial ini membuat kita sebagai penonton berdecak kagum. Dia adalah pilihan yang sangat tepat yang digambarkan sebagai pembelajar seumur hidup yang sangat menyadari apa yang ingin dijelajahi orang pada umumnya. Nasser adalah narator, pemandu, dan perwakilan penonton saat ia menyusuri gua, berjalan di sungai, dan melangkah ke beberapa lab yang luar biasa. Connected memberi Nasser ruang untuk terus terang tentang bagaimana masalah rasial dan sosial berperan dalam penelitian dan pengamatan tertentu. Dalam satu episode mislanya, dia menyentuh masalah yang jelas -baik teknologi maupun moral- dari penggunaan perangkat lunak pengenalan wajah pada manusia. Tetapi pengakuannya tidak pernah terlalu jauh ke arah ini karena memang bukan tujuan keseluruhan serial dokumentasi-yang lebih banyak terkait pada eksplorasi dan keajaiban penelitian ilmiah. Setiap episode dalam serial ini membawa penonton dalam perjalanan yang membuat iri termasuk saya sendiri, karena menampilkan perjalanan ke berbagai belahan dunia. Hal ini tidak hanya memicu nafsu berkelana bagi wisatawan, tetapi juga merupakan komponen penting untuk melihat materinya secara menyeluruh. Pertama, memungkinkan serial ini untuk memeriksa segala sesuatu mulai dari etika, norma sosial, dan kerentanan dari sudut pandang global. Misalnya, ketakutan seorang wanita terhadap kencan online di Paris tidak berbeda dengan apa yang dialami wanita Amerika Serikat.

Ada juga mentalitas “paradoks privasi” yang sederhana namun mendalam yang dimiliki oleh pengguna teknologi di mana pun. Pada dasarnya, ini melihat persamaan perilaku manusia di belahan bumi walau dengan jarak kehidupan dan aktivitas yang jauh secara lokasi. Tetapi ada beberapa contoh yang menunjukkan bagaimana lokasi dan lingkungan kita memiliki dampak yang mendalam pada kehidupan kita. Penonton mendapatkan pemahaman tentang ikatan mendalam umat manusia dengan masa lalu, dan efeknya di masa depan. Serial dokumentasi Connected membuat dunia tampak lebih kohesif dalam waktu dengan jarak sosial dan isolasi.

Yang lebih mencengangkan dalam serial ini dibuktikan bagaimana seokor burung dapat menjadi sinyal akan adanya badai. Seperti berbagai folklore yang kita dengar bahwa nenek moyang kita dapat membaca tanda-tanda alam dengan lebih presisi serta dampak dan akibatnya. Sungguh pepatah minang payah sekali untuk kita tolak sebagai nilai hidup yang mestinya makin tajam dimiliki manusia, yakni alam takambang jadi guru. Namun kenyataan hari ini perkembangan teknologi mengikis sensitivitas manusia sebagai makhuk alam dengan pelbagai anugerah indera. Sehingga bergantung pada banyak hal yang di luar diri manusia itu sendiri. Sedang teknologi tinggi yang melekat pada manusia tak dioptimalisasi kinerjanya. Mungkin saja, satu waktu isu seperti ilmu telekinesis yang menembus ruang dan waktu dapat dijawab oleh sains dan kita demikian menyadari betapa cerita nenek moyang kita yang dapat terbang, menghilang bahkan menduplikasi diri bagaikan jurus dalam Komik Naruto dapat dijelaskan gamblang oleh sains. Jangan-jangan teknologi manusia Indonesia dahulu kala sudah demikian tinggi yang bahkan belum dapat kita jelaskan hari ini. Jangan-jangan, peradaban Indonesia memang sudah sangat maju sejak dahulu kala seperti guyonan Emha Ainun Najib pada satu malam di Kenduri Cinta bahwa Nenek Moyang Ibrahim adalah orang Jawa. Menarik! Atau jangan-jangan Cak Nun tak berguyon saat itu, namun memaparkan fakta. Entahlah. Betapa sungguh susah mengelak bahwa saya tak jatuh cinta pada ilmu pengetahuan.

--

--