Jikalau engkau hardik kencang angin hari ini, maka semilirnya akan engkau rindu saat terik berkepanjangan.
Jika ada pilihan untuk tidak terlibat dalam masalah apapun di dunia ini, maka itulah pilihan yang akan aku pilih tanpa melihat kemungkinan pilihan lain. Acapkali berkah adalah tentang ketidaktahuan, bukan dalam rangka mengesampingkan kemampuan akal, namun tidak mendapat kesempatan untuk “tahu” adalah barang nan amat mahal.
Pengetahuan yang datang-dalam bentuk apapun- adalah sebentuk tanggung jawab. Kita tak dapat mengelak untuk memprosesnya secara alami untuk kita olah menjadi demikian lengkap dan komprehensif. Ia menjelma bola salju yang menggelinding dari atas bukit, berpuntal hingga kian lama makin besar. Hingga pada akhirnya menjadi kesadaran yang berujung adanya “jarak” antara kondisi ideal dan rupa realitas di hadapan, maka kemudian kita definisikan hal tadi sebagai masalah.
Semakin kita kenal “jarak”, semakin dalam kita ingin membuatnya menjadi lebih dekat. Makin singkat jarak, makin dekat jua keinginan kita menghilangkannya. Hasrat ini sering tak dapat dibendung. Kita bisa sampai berguling-guling mencari jawab akan jarak yang menurut kita akan dapat kita pangkas.
Atas kesadaran diri yang dimensional ini, aku ingin menghardik diri: kemajuan tak selalu indah, namun keindahan dapat kita definisikan dengan demikian sederhana. Jarak tak lagi sebagai hambatan, jika kita tahu bahwa sebetulnya yang mesti kita akui bahwa batasan itu adalah kita sendiri. Tak elok lagi rasanya menghkwatirkan jarak dan resah gelisah karenanya.