Bersungguh-Sungguh

Ansa Gaora
1 min readMar 7, 2023

Kata Mbah tentang presisi batas diri manusia: “Manusia, pada dirinya masing-masing, tidak punya waktu untuk mengenali presisi batas antara kebutuhan dan keinginan, antara semangat dengan nafsu, antara cinta dengan rasa-magnetik, antara cita-cita dengan khayalan, antara waspada dengan curiga, antara hati-hati dengan paranoia, antara optimisme dengan terburu-buru, antara sabar dengan lemah, antara arif dengan lembek, antara progresivitas dengan keserakahan, atau antara zuhud dengan rasa malas. Bahkan per kata dari semua itu juga tidak benar-benar dicari kejelasan satuan-satuannya”

Berkat kalimat ini, aku agaknya mengerti bahwa acapkali kesadaran akan “batas” membuat kita lebih waspada. Kewasapadaan itu mendorong kita untuk bersungguh-sungguh. Tuhan memberikan kita fadhillah, minat dan bakat tertentu, dan juga memberikan kita pilihan menjalani hidup. Namun, kadang kita lalai: bahwa dari setiap yang kita lakukan, kita mesti bersungguh-sungguh. Tidur dengan bersungguh-sungguh, menyapu, mengepel, gosok gigi dengan bersungguh-sungguh, bekerja dan belajar dengan bersungguh-sungguh.

Kesungguhan ini yang membuat dampak kita dipercaya. Yang paling payah untuk dicapai adalah dipercaya Tuhan untuk melakukan sesuatu karena kesungguhan kita. Aku tidak merasa menyesal baru mengetahui hal ini, karena kesadaran hari ini adalah proses yang dijalani kemarin-kemarin. Tuhan punya banyak cara memberi pelajaran hamba-Nya. Aku menerima itu dengan samampu dan seluas mungkin. Maka, tak ada lain: bersungguh-sungguh dalam segala hal.

--

--